Museum Guru Besar Pendidikan Republik Indonesia. Museum Dewantara Kirti Griya
Suasana penyambutan yang di
depan Museum Dewantara Kirti Griya oleh Ki Agus Purwanto[kiri] selaku pegawai
setempat bagian
teknis dan pemandu Museum di depan pintu masuk rumah sekaligus Museum Dewantara
Kirti Griya
Hanya gerimis kecil yang menemani kita menuju Museum
Dewantara Kirti Griya yang berada di Jalan Tamansiswa no. 25 atau satu kompleksw
dengan sekolah Tamansiswa. Lebih dari sepuluh motor jalan beriringan dari
kampus Universitas Ahmad Dahlan (UAD) di Jalan Pramuka no. 42.
Jaket almamatrer warna oranye
pun tampak mencolok di jalan yang kami lalui.
“Selamat datang di Museum Dewantara Kirti Griya,” sambut
Ki Agus Purwanto selaku Bagian Teknis dan pemandu Museum tersebut. Menurut Ki
Agus, museum ini telah dibuka untuk khalayak umum sejak 2 Mei tahun 1970 dan nama
Kirti Griya tersebut merupakan tempat atau rumah yang berisi karya-karya beliau
dari mulai beliau belajar di sekolah dasar ELS (sekolah Dasar Belanda/Eropa)
sampai syair yang diberikan oleh Koh Hwat seorang keturunan Tionghoa pada tahun
2003. Sebelumnya bangunan ini telah melalui beberapa tahap pemugaran tapi hanya
pemugaran kecil saja yang tidak sampai merubah bentuk asli dari bangunan
tersebut, pemugaran terakhir selesai pada bulan September kemarin dan pemugaran
tersebut meliputi penggantian atap bangunan dan drainasi bangunan tersebut.
2 Mei, siapa yang tidak tahu peringatan hari apa pada
setiap tahunnya.? Para akademisi di negeri kita pasti tahu bahwa pada tanggal 2
Mei memperingati Hari Pendidikan, pada tanggal yang sama lah Ki Hadjar
Dewantara dilahirkan lebih tepatnya pada tahun 1889.
Ki Hadjar Dewantara sendiri adalah seorang keturunan raja nama asli beliau sendiri adalah Soewardi
Surjadiningrat dan berhubung beliau merupakan keturunan seorang raja beliau juga memiliki gelar kebangsawanan yaitu Raden Mas
tapi seiring berjalannya waktu beliaulah sendiri yang melepas gelar
kebangsawannya sendiri dan mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara
Menurut Ki Agus Purwanto, bangunan ini bergaya campuran
antara Jawa kuno dan Eropa terlihat dari pilar-pilar bangunan ini dan tembok
yang tebal dan letak unsur Jawa itu sendiri terlihat dari atap limasan bangunan
ini. “Apakah ada kerusakan yang dialami bangunan ini ketika terjadi bencana
gempa bumi yang melanda yogya pada beberapa tahun lalu dan erupsi merapi taun
kemarin?” tanyaku yang penasaran terhadap kondisi waktu dulu “Allhamdulilahnya
pada saat gempa besar melanda jogja dan sekitarnya tidak terjadi kerusakan
parah yang menimpa bangunan ini, hanya saja retak-retak pada beberapa dinding
dan hanya beberapa dari genting bangunan ini yang turun. Padahal daerah sekitar
sini adalah daerah yang termasuk daerah yang parah, jika pada erupsi gunung
merapi kemarin
hanya abu vulkanik saja yang menutupi atap bangunan ini.” ujar Ki Agus
menanggapi pertanyaan tadi.
Didalam bangunan bergaya campuran Jawa eropa tersebut
banyak terdapat karya-karya beliau beberapa karya beliau yang terkenal adalah
buku yang tentang pendidikan yang sangat terkenal dikalangan akademisi di
negara kita. Menurut Ki Agus, orang-orang pintar yang ada di negeri ini
dirasanya pernah membaca buku beliau, buku yang lain adalah buku yang
didalamnya mengupas tentang kebudayaan
“Kalau jumlah total semua koleksi yang ada disini itu
semuanya ada berapa Pak?” pertanyaanku keluar kembali.” Kalau di total semua
mungkin bisa mencapai lebih dari seribu koleksi yang ada di ruangan ini. Berhubung
belum ada penelitian yang terkait jumlah total barang-barang koleksi yang ada
di Museum ini karena jika diadakan penelitian maka penelitian
tersebut tidak akan rampung dalam kurun waktu satu tahun. Tidak cukup
mendatangkan satu ahli saja, setidaknya dibutuhkan sejarawan, arkeolog, dan orang yang mengetahui seluk beluk tentang
Ki Hadjar Dewantara tersebut. Ki agus menanggapi pertanyaan tadi.
Sepengetahuan Ki agus, Ki Hadjar Dewantara sendiri tidak
semata-mata meninggalkan barang-barang yang hanya bisa dilihat saja melainkan
beliau juga meninggalkan atau lebih tepatnya mewariskan sebuah intitusi
pendidikan yang di dirikan langsung oleh beliau dengan nama Nationaal Onderwijs instituut Tamansiswa atau yang labih deikenal sekarang
dengan nama Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa yang digagas pada waktu dulu
untuk melepaskan belenggu kebodohan dari masyarakat pribumi dimana apabila
kondisi suatu bangsa bodoh, maka bangsa lain dengan sangat mudah menindasnya,
seperti yang dilakukan oleh pihak Hindia-Belanda yang menjajah negara kita
selama 350 tahun lamanya.
Pada rapat pamong Tamansiswa yang diadakan pada tahun
1958, Ki Hadjar Dewantara lah sendiri yang meminta untuk menjadikan rumahnya
yang berada di Jalan Tamansiswa no. 25 untuk di jadikan suatu museum memorabilia
yang mengenang perjuangan beliau dalam melakukan perjuangan melawan penindasan
penjajah dan melawan kebodohan yang terus membelenggu warga pribumi. Akhirnya
permintaan beliau tersebut bisa terkabul setelah beliau wafat pada tanggal 26
april 1959. Mulai tahun 1960 Tamansiswa mulai mengusahakan impian Ki Hadjar
Dewantara untuk menjadikan bekas rumahnya menjadi sebuah museum memorabilia.
Pada waktu Ki Drs. Moh. Amir Sutaarga bertugas di nasional Jakarta dan beliau
juga merupakan kerabat Tamansiswa bersedia datang ke Yogyakarta dan memberikan ilmu pengetahuan mengenai pengetahuan dasar mengenai
permuseuman. Tidak kurang selama tiga hari berturut-turut beliau memberikan
dasar-dasar permuseuman kepada kepala Museum Sonobudoyo, Museum TNI-AD dan
calon petugas Museum Dewantara Kirti Griya. Pada tahun 1963 dibentuklah panitia
pendiri Museum Dewantara Kirti Griya yang terdiri dari keluarga Besar Kihadjar
Dewantara, keluarga Tamansiswa, majelis luhur Tamansiswa dan sejarawan.
Setelah beberapa tahun melalui beberapa tahap demi tahap
akhirnya museum tersebut diresmikan langsung oleh istri Ki Hadjar Dewantara,
Nyi Hadjar Dewantara pada hari ulang tahun Ki Hadjar Dewantara tanggal 2 Mei
1970 dengan harapan museum memorabilia ini dapan memberi pengetahuan mengenai perjuangan
beliau selaku bapak pendidikan Indonesia yang bisa dikatakan pula sebagai guru
besar negeri kita ini dan sebagai pendiri yayasan Tamansiswa.Sigit
Siswanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar